BUDAYA GREBEG BESAR DI DEMAK

METODOLOGI STUDI ISLAM


Oleh:
Siti musdalifah



BUDAYA GREBEG BESAR DI DEMAK

A.          Pendahuluan
Semua bentuk kebudayaan yang ada di Dunia memeliki kesamaan unsur yang bersifat universal atau umum termasuk Negara Indonesia. Indonesia adalah  Negara  kepulauan yang terdiri dari berbagai daerah dan  yang mempunyai banyak suku , adat istiadat, dan tradisi yang dimana bisa disebut dengan kebudayaan. Banyak nya kebudayaan yang ada di Indonesia  menyebabkan indonesia adalah Negara yang kaya raya akan kebudayaan. Kebudayaan merupakan sesuatu yang sangat bernilai, selain menjadikan ciri khas suatu daerah tertentu seperti adanya tardisi atau budaya Grebeg Besar  yang ada di demak.
Tradisi merupakan sesuatu yang telah di lakukan sejak lama Tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Maka dari itu kita harus senantiasa melestarikan tradisi-tradisi di daerah kita masing-masing.

B.     Rumusan  Masalah
1.      Bagaimana sejarah Grebeg Besar dan prosesing dalam Grebeg Besar di Demak ?
C.    Kerangka Teori                                                                                                              
Budaya adalah sebuah kata dasar. Budaya berasal dari bahasa sansekerta buddayah yang nerupakan bentuk jamak dari kata budhi yang artinya akal. Budaya artinya mempunyai pikiran dan akal budi.
Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang dilakukan secara sadar. Cipta, rasa dan karsa adalah faktor yang menghasilkan kebudayaan. Cipta adalah kemampuan akal pikiran yang menghasilkan ilmu pengetahuan. Rasa adalah kemampuan indra yang mendorong manusia mengembangkan rasa indah yang mampu menghasilkan karya-karya seni atau kesenian. Dan karsa adalah sebuah kehendak manusia terhadap kesempurnaan hidup, kemuliaan dan kebahagiaan.
Budaya dan kebudayaan memiliki keanekaragaman. Keanekaragaman budaya dan kebudayaan tersebut dipengaruhi oleh faktor geografis, kondisi lingkungan dan kemajemukan suku bangsa.  Selain itu kebudayaan juga memiliki unsur-unsur dan aspek-aspek yang membedakan satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Demak adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama di pulau jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari Walisanga, yang terdiri atas sembila orang ulama besar, pendakwah islam paling awal di pulau jawa.Metodologi Penelitian
a.       Penggalian Data
1)      Wawancara
Dalam penggalian data ini penulis melakukan wawancara dengan juru kunci Makam Sunan Kalijaga Kadilangu, yang mana dalam wawancara ini di jelaskan bahwa  adanya Grebeg Besar di  Demak itu terjadi setiap pada tanggal 10 Dzulhijjah.
2)      Observasi
Dalam pengamatan penulis selama ini, di Demak selalu mengadakan Grebeg Besar setiap tahun nya, di mana setiap tanggal 10  Dzulhijjah di adakan arak-arakan di Alun-alun Demak dan di Pendopo.
3)      Dokumentasi
Inilah foto-foto penulis saat mewancari juru kunci dengan Bapak R. Prayitno Pk. Juru kunci Makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak dan prosesi upacara adat Grebeg Besar.
                                                                              Grebeg Besar tahun 2008
Saat penulis melakukan wawancara, hari kamis tanggal 20 november 2014.
foto perayaan Grebeg Besar tahun 2013.



PEMBAHASAN
Sejarah Grebeg besar dan prosesi Grebeg Besar di Demak.
Grebeg Besar
Bentuk keramaian yang di kenal dengan nama Grebeg Besar adalah murni hasil ciptaan para Wali. Pelaksanaannya di mulai setelah wali songo angkatan 1 mengadakan sidang di serambi Masjid Agung Ampel Dento Surabaya, keputusannya sebagai berikut :
“ NGENANI ANANE SOMAWONO KIPRAH MEKARE TSAQOFAH HINDU ING NUSA SALALADANE, KUWAJIBAN PORO WALI AREP ALAKU TUT WURI ANGISENI. DERAPUN SUPOYO SANAK-SANAK HINDU MALAH LEGO-LEGOWO MANJING ISLAM  “.
Artinya : dengan adanya perkembangan ajaran Hindu di pulau wilayah ini, tugas para wali dakwah menyesuaikan adat istiadat setempat sambil mengisi nafas islam, agar supaya masyarakat Hindu hatinya rela dan tulus ikhlas masuk Islam.
Keputusan sidang di tulis Sunan Bonang dengan huruf Arab Gondil, terbentuknya notulen singkat. Pada tahun 1938 Masehi, masih tersimpan di dalam mushola Astana Tuban dirawat oleh juru kunci yang bernama Raden Panji Sholeh.
Sejak itu, Sunan Kalijaga mulai bertindak sebagai pelopor pembaharuan ( reformis ) dalam menyiarkan Agama Islam. Untuk mengimbangi kepentingan masyarakat, beliau ciptakan jenis-jenis kesenian rakyat yang hampir mati karna majahapahit runtuh, di bangkitkan supaya hidup kembali. Tujuannya untuk mencari simpati masyarakat dan sampai terjadi shock culture pada orang-orang yang sudah kuat religinya dengan agama tertentu. Hal itu di benarkan juga oleh Dr. W. F. Stutterheim dalam tulisannya “ Culture Geschidenis Van Indonesia “.
Pada zaman kejayaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Kertabuhumi Brawijaya V, pernah mengadakan upacara sradha di buat spektakuler. Sebab upacara tersebut di bunyikan gamelan Prabu Kertabumi Brawijaya V yang bernama Kanjeng Kyai Sekar Delima. Dulu di buat oleh Raden Panji Inu Kertapati ( Panji Semirang ) dari kerajaan jenggala secara turun temurun menjadi milik raja-raja Majapahit.
Setelah Majapahit runtuh, semua benda pusaka milik Prabu Kertabumi Brawijaya V di boyong ke Demak. Termasuk gamelan Kanjeng Kyai Sekar Delima yang terdiri dari : “ Bonang Sapangkon, Demung Dua Pangkon, Kempyang Sepangkon, Saron Barum Dua Pangkon, Saron penerus Dua Pangkin, Bedug satu buah, dan Gong besar sakti “.
Apabila gamelan itu di tabuk/ di bunyikan, Bonang menggambarkan seoarang imam yang berdoa, sedangkan Demung, Kempyang, Saron dan lain-lainnya menggambarkan makmum yang sedang meng-amin-i ( membaca amin .
Supaya dakwahnya para wali di dalam menyiarkan Islam dapat menarik perhatian umum, gamelan Kanjeng Kyai Sekar Delima di manfaatkan. Tetapi sudah di lengkapi dengan seperangkat gamelan baru yang di buat oleh Sunan Kalijaga. Lalu gamelan di bagi menjadi dua perangkat, yang seperangkat di namakan Kanjeng Kyai Sekati dan seperangkatnya lagi di namakan Kanjeng Nyai Sekati. Menurut wasiat Sunan Kalijaga, bahwa sampai kapanpun keberadaan gamelan tersebut harus sejodoh ( sepasang ). Oleh karna itu, keraton kesunana Surakarta yang hanya menerima pembagian gamelan Kanjeng Kyai Sekati, lalu membuatkan pasangan baru ( duplikat gamelan Kanjeng Kyai Sekati ) dan di beri nama “ Guntur Madu “. Yang biasanya terletak di serambi Masjid bagian Selatan dan “ Guntur Sari “ yang ada di bagian Utar.
Begitu pula, untuk keraton kasultanan Yogyakarta, oleh karna hanya menerima gamelan Kanjeng Nyai Sekati, lalu membuatkan pasanganya ( duplikat Kanjeng Kyai Sekati ), namanya Guntur Madu dan Nogo Wilogo.
Untuk kesultanan Cirebon mendapatkan gamelan Kyai Sekati kemudian di buatakan oleh Sunan Kalijaga yang kebetulan masih ada ikatan keluarga dengan Sunan GunungJati di Cirebon.
Grebeng Besar dan sejarahnya
Kata bahasa jawa garebeg, grebeg, gerbeg, bermakna : suara angin yang menderu. Kata bahasa jawa (h) anggarebeg, mengandung makna mengiring raja, pembesar atau pengantin. Grebeg Besar juga di artikan di giring , di kumpulkan, dan di kepung. Jadi Grebeg bisa berarti di kumpulkan dalam suatu tempat untukm kepentingan yang khusus. Adapun Grebeg Besar seremonial yang terkenal di Demak, kata “Besar” adlah mengambil nama bulan yaitu bulan Besar (Dzulhijjah ) .
Maka makna Grebeg Besar adalah kumpulnya masyarakat Islam pada bulan Besar, sekali dalan setahun yaitu untuk suatu kepentingan dakwah Islamiyah di Masjid Agung Demak.
Cerita tutur mewartakan bahwa dahulu kala para raja jawa selalu menyelenggarakan selamatan kerajaan ( bahasa jawa = wilujengan nagari ) setiap tahun baru dan di sebut Rojowedo, artinya kitab suci raja atau kebajikan raja. Di sebut pula, ada yang mengatakan Rojomedo, artinya hewan kurban raja.
Tujuan selamatan kerajaan yang hakikatnya adalah suatu cara kurban agar Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan perlindungan, keselamatan kepada raja dan kerajaan serta rakyat nya.
Dalam peristiwa itu, rakyat datang menghadap raja untuk menyampaikan sembah baktinya. Raja keluar dari Keraton lalu dduduk di singgasana keemasan ( bahasa jawa = dhampar kencono ) di bangsal Ponconiti. Penampilan raja umtuk menerima sembah bakti rakyat yang datang menghadap ( bahsa jawa = sowan ), itu di iringi ( bahasa jawa = ginarebeg ) oleh para putra dan segenap punggawa keraton.
Dalam Babad Jawa Jaka Tingkir di jelaskan : sudah menjadi kelaziman pada setiap perigatan Maulid Nabi selalu di adakan pembacaan riwayat Nabi, pembacaan syair dengan lagu-lagu yang merdu silih berganti. Seusai peringatan, di lanjutkan musyawarah antara Sultan Demak dan Para Wali Agung, kemudian di lanjutkan tahlilan dan akhirnya santap bersama.
Keesokan harinya diadakan upacara Grebegan, Sultan Demak berkenan mengadakan paseban Agung di Setinggil Demak.
Dalam Grebegan tadi, Sultan di singgasana Manikwungu menghadap ke utara, kiri kanan Sultan duduk para Wali-wali pangarsa, wali pawingking para pandhihita berada di Masjid sedangkan para Ulama, abid ( orang uang ahli ibadah ), sulaka ( salik yaitu orang yang meng-fokuskan hidupnya untuk mendekatkan diri pada Allah Swt), pukaha ( ahli fikih atau syariat Islam ) berada di serambi masjid dan halaman ( babad Jaka Tingkir, 1981 : 78 ).
Tak lama setelah Raden Fatah di nobatkan menjadi Sultan pertama kesultanan Demak dengan gelar kanjeng Sultan Raden Abdul Fatah Al- Akbar Sayyidin Panatagama, baginda langsung menghapuskan adat penyelenggarakan upacara kurban yang selalu di lakukan oleh para raja jawa- Hindu terdahulu. Sebab adat yang seperti itu di nilai bertentangan akidah islam.
Penghapusan adat itu menimbulkan keresahan sebagian kalangan rakyat sebab rakyat yang selama berabad-abad turun temurun sudah terbiasa hidup dengan adat dari kepercayaan lama, belum dapat menerima sikap rajanya yang baru itu. Keresahan tersebut menimbulkan gangguan keamanan Negara, sebab khawatir timbul wabah penyakit menular.
Atas saran para wali, adat kepercayaan lama itu agar di hidupkan kembali, namun di beri warna keislaman yaitu hewan kurban di sembelih menurut aturan agama Islam.
Awal dan akhir doa selamatan berupa doa islam yang di panjatkan oleh Sunan Giri dan Sunan Bonang.
Para wali giat berdakwah, penyebaran Agama Islam awalnya tidak banyak mengalami kemajuan. Hal ini bisa di lihat dengan masih sedikitnya jumlah santri. Sebagian besar rakyat terutama masyarakat pedesaan enggan untuk mengucapakan syahadat sebagai pernyataan pemeluk agama islam.
Akhirnya para wali bermusyawarah, dan mereka sependapat untuk menginsyafkan rakyat akan kebenaran ajaran agama Islam, haruslah di lakukan secara bertahap, dengan penuh kearifan, bersikap sopan santun, ramah tamah dalam berdakwah dan tanpa mencela adat serta unsur-unsur kebudayaan rakyat bahkan seharusnya memanfaatkan unsur-unsur kebudayaan rakyat sebagai sarana dakwah, terutama dengan memanfaatkan bahasa, adat istiadat dan kesenian rakyat. Para wali menemukan taktik dakwah “ TUT WURI ANGISENI ”   Artinya memakai dan menghormati kebudayaan yang ada untuk memudahkan syiar agama Islam. Istilah lainnya, JOWO DIGOWO, ARAB DIGARAP.
Sunan Kalijaga mengetahui bahwa pada waktu itu rakyat menyukai perayaan dan keramaian yang di hubungkan dengan upacara keagamaan. Apalagi jika kepercayaan dan keramaian ada juga irama gamelannya, tentu saja akan sangat menarik perhatian rakyat untuk datang melihatnya. Akhirnya timbullah gagasan Sunan Kalijaga supaya kerajaan menyelenggarakan perayaan dan keramaian setiap menyongsong hari kelahiran Nabi Muhammad Saw pada bulan Robiul Awal.
Untuk menarik perhatian rakyat agar mau datang ke Masjid Besar, maka di bunyikanlah gamelan yang di tempatkan di halaman Masjid. Setelah berkumpul mak para wali dapat berdakwah langsung di hadapan rakyat.
Meski membunyikan gamelan ini di lingkungan Masjid itu ada yang menghukumi makruh,namun dengan menggunakan asas manfaat dan hikmah demi kelancaran syiar Islam, maka Sunan Kalijaga dari ijtihadnya, berani menghukumi mubah atau boleh di kerjakan. Pendapat Sunan Kalijaga itu dapat di terima majlis Walisongo. Sultan Fatah pun akhirnya menyetujui pelaksanaan gagasan Sunan Kalijaga.
Maka dalam bulan Robiul Awa , dua belas (12) hari sebelumnya kelahiran Nabi, di selenggarakan kepercayaan dan keramaian yabd di sebut Sekaten. Dihalaman Masjid besar didirikan tempat khusus untuk menaruh dan menyembuyikan gamelan yang di sebut pagongan. Pagongan adalah tempat gong (gamelan)  yang di buat oleh Sunan Giri. Konon, sebagian dari gendhing-gendhing (lagu) gamelan diciptakan oleh Sunan Giri dan sebagian lagi oleh Sunan Kalijaga.
Selama 12 (dua belas) hari gamelan di perdengarkan terus menerus, kecuali pada waktu-waktu shalat dan pada malam jum’at sampai lewat shalat jum’at.
Tradisi Grebeg Besar
Grebeg Besar dan sejarah kota wali tak bisa di sangka lagi jika membuat orang Demak akan membanggakan dirinya sebagai warga kotawali. Catatn sejarah Kabupaten Demak memang tidak lepas dari perjuangan para wali ( wali songo) dalam kegitan menyebarkan agama Islam pada abad XV, yaitu keberadaan Demak sebagai pusat kerajaan Islam ( kesultanan Bintoro ) di pulau Jawa dengan “ masterpieces”nya adalah Sunan Kalijaga dan Sultan Fatah yang di akui merupakan tokoh-tokoh besar dan berpengaruh dalam lintas sejarah Kabupaten Demak.
Tidaklah mengherankan jika kemudian beragam acara atau ritual yang di mulai atau di perkenalkan oleh kedua tokoh tersebut masih berlangsung sampai saat ini dan menjadi semacam upacara ritual yang selalu di nantikan orang, tidak hanya oleh para warga kota wali sendiri tetapi juga dari luar daerah.
Pada Sunan Kalijaga menjadi penasehat spiritual Sultan Bintoro khusus nya pada masa emas kejayaan pemerintahan Sultan Fatah. Beliau antara lain menyelenggarakan Grebeg Besar sebagai media dakwah. Tradisi ini di selenggarakan tiap tanggal 10 Dzulhijjah bersama dengan datangnya peringatan hari raya Idul Adha ( qurban ).
Hanya saja sebetulnya Grebeg Besar ini pada masa pertama kalinya di laksanakan di Demak, tidak hanya sekali setahun pada masa Idul Adha tetapi menurut catatan sejarahnya, semula tradisi Grebeg Besar ada empat yaitu Grebeg Maulid, Grebeg Dal, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar.
Adapun yang sampai kini masih berlangsung di Demak adalah Grebeg Besar. Sementara di luar Grebeg Besar yang kini masih di lestarikan adalah di kerajaan Solo, Yogyakarta dan Cirebon.
Adapun Grebeg Besar sampai sekarang masih menjadi bagian dari tradisi bernilai jual ( selling point ) yang rutin di selenggarakan, tampaknya di perbarui oleh beberapa faktor utama yaitu sosio-ekonomi-religi.
Hikmah Perayaan Grebeg Besar
            Perayaan Grebeg Besar di selenggarakan setiap tahun sekali dengan tujuan :
1.      Melestarikan tradisi rasa syukur kepada Allah Swt ynag telah memberi rahmat berdirinya Kesultanan Bintoro Demak.
2.      Meningkatkan potensi pesantren Al-Qur’an dengan mangadakan hataman Al-Qur’an di Masjid Agung Demak, yang di lakukan oleh para santri dari berbagai pesantern Al-Qur’an.
3.      Memperingati kemenangan pasukan kerajaan Demak karna berhasil mengalahkan kerajaan majapahit yang di kuasai oleh Prabu Girindrawardhana.
4.      Kegiatan syiar Islam di hari raya Idul Adha ( bulan qurban ), agar oarng Islam mau menjalankan syariat islam yaitu mau melaksanakan ibadah sunah Qurban.
5.      Menghargai ulama’ dan umaro’ yang bersatu menyiarkan agama islamyang diwujudkan dalam perayaan Grebeg Besaryang diawali pejabat Demak silaturrahmi ke Sesepuh kadilangu dan sebaliknya.
6.      Sebagai ajang demokrasi oleh penguasa pemerintahan dalam menyampaikan progam pemerintah dan menerima kritik saran membangun dari rakyat secara langsung.
7.      Mengandung pelajaran hikmah penjamasan Kotang Ontokusumo dan Kyai Cerubuk yang tersirat makna tokoh Sunan Kalijaga dalam metode syiar Islam perlu di teladani karna sesuai dengan sosio-kultural masyarakat pada saat itu. Boleh dikatakan bahwa Sunan Kalijaga termasuk reformis dalam menerapakan metode syiar Islam yang menghargai sosial budaya masyarakat pada waktu itu.
8.      Mendidik masyarakat Islam berani berkorban untuk bela Negara sebagai pengamalan hadis Nabi Muhammad Saw, yang artinya :cinta Negara adalah sebagian dari iman.
9.      Menambah income ( pendapatan ) untuk daerah Kabupaten Demak.

Tata Cara Perayaan Grebeg Besar
Acara Grebeg Besar Demak mempunyai urutan tata cara perayaan sebagai berikut :
1)      Di awali dengan saling bersilsturrahmi antara pihak kesepuhan Kadilangu dengan Bupati dan Wakil bupati Demak, beserta jajaran Muspida Demak. Bupati Demak bersama rombongan bersilaturrahmi ke Kesepuhan Kadilangu yang di tempatkan di Pendopo Noto Bratan Kadilangu Demak. Selanjutnya, Sesepuh Kadilangu dan keluarga Kasepuhan bersilaturrahmi ke Kabupaten Demak dan biasanya mereka di terima Bupati di ruang tamu Kadipaten Demak.
2)      Setelah silaturrahmi, Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Muspida Demak dan jajaran pemerintah Kabupaten Demak zaroh ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak, dan di lanjutkan zaroh ke makam Sunan Kalijaga.
3)      Kemudian Bupati dan Wakil Bupati beserta unsur DPRD, serta Muspida meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar di lapangan Tembiring Jogo Indah.
4)      Pada malam menjelang idul adha di adakan upacara tumpeng Walisongo atau sembilan yang menggambarkan jumlah sembilan Wali ( walisongo ), di serahkan Bupati Demak kepada Takmir Masjid Agung Demak untuk di bagikan kepada para pengunjung. Tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah di adakan upacara penjamasan Kotang Ontokusumo yang di mulai setelah shalat Idul Adha. Penjamasan di mulai dari pendopo Kabupaten Demak dengan penyerahan minyak jamas oleh Bupati kepada Manggala Prajurit yang akan membawanya ke Kadilangu dengan di kawal prajurit 40-an yang berjalan kaki dengan jarak sekitar 2km. Bupati sekeluarga beserta para pejabat pemerintah Kabupaten Demak turut mengantar minyak jamas dengan menaiki kereta kencana. Sesampainya di Kadilangu minyak jamas di terima oleh Sesepuh Kadilangu selanjutnya di gunakan untuk menjamas Kotang Ontokusumo dan Keris Kyai Crubuk.

Asal Mula Munculnya Pameo ( Fatwa ) tujuh kali Mengunjungi Grebeg Besar sama dengan naik Haji
Pada tanggal 7 juni 1494 Masehi, Paus Alexander VI dalam suatu dokumen bersejarah yang terkenal dengan nama perjanjian “ Perjanjian Tordesillas”, Paus memberi mandat kewenangan kepada dua rumpun bangasa Spanyol dan Portugis untuk menguasai dunia. Dunia sebelah barat di serahkan kepada Spanyol dan sebelah Timur di serahkan kepada Portugis untuk menguasainya.
Pada tahun 1497  Masehisi Fasco Da Gama, sesoarang Portugis dengan armada dagang Portugis yang di persenjatai dapat merebut dan menguasai daerah Zanzibar dan Caicut ( Kerala-India). Pada tahun 1509 Masehi, kapal dagang Portugis mendarat di Malaka. Pada tahun 1511 Masehi, Kerajaan Malaka dapat di kuasai Portugis. Bangasa Portugis selain mengembangkan perdagangannya jugapunya tujuan ganda yaitu membalas dendam pada kekeuasan Islam di sebagian Eropa merbut tanah yang di kuasai pedagang Islam serta menyebarkan agama khatolik.
Kegagalan pasukan armada Demak yang di pimpin oleh adipati Unus dalam mengusir Portugis di Malaka, menyebabkan orang-oarang Islam yang mau naik haji mendapat kesulitan karna di hadang oleh Portugis di selat malaka. Dari kejadian itu, secara syar’i orang boleh tidak menunaikan ibadah haji karna mengingat ketidak- amanan dalam perjalanan. Oleh para Ulama, menganjurkan mereka untuk mendengarkan pengajian saat adanya Grebeg Besar dan ada salah satu ulama yang mengeluarkan fatwa bahwa yang mendatangi Grebeg Besar sebanyak tujuh kali sama pahalanya dengan ibadah Haji.[1]
 Dalam gerebeg Besar di Demak ada beberapa prosesi :
a.       Ziarah ke makam Sultan-sultan Demak dan Sunan Kalijaga
Grebeg Besar Demak diawal dengan pelaksanaan ziarah oleh Bupati, dan segenap pejabat dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Demak, masing-masing beserta istri/suami, ke makam Sultan-sultan Demak dilingkungan Masjid Agung Demak dan dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di Kadilangu. Kegiatan ziarah tersebut di laksanakan pada jam 16.00 WIB; kurang lebih 10 hari menjelang tanggal 10 Zulhijjah.
b.      Pasar Malam Rakyat di Tembiring Jogo Indah
Untuk meramaikan perayaan Grebeg Besar di lapangan Tembiring Jogo Indah digelar pasar malam rakyat yang di mulai kurang lebih 10 hari sebelum hari raya Idul Adha dan dibuka oleh Bupati Demak setelah ziarah ke makam Sultan-sultan Demak dan Sunan Kalijaga.
Dalam pasar malam tersebut di penuhi dengan berbagai macam dagangan, mulai dari barang-barang kebutuhan sehari-hari sampai dengan mainan anak-anak, ada hasil kerajinan, makanan/minuman, permainan anak-anak dan juga panggung hiburan.
c.       Selamatan Tumpeng Sanga
Selamatan Tumpeng Sanga itu di laksanakan pada hari raya Idul Adha bertempat di Masjid Agung Demak. Sebelumnya kesembilan tumpeng tersebut dibawa dari Pendopo Kabupaten Demak dengan di iringi ulama, para santri, beserta Muspida dan tamu undangan lainnya menuju ke Masjid Agung Demak. Tumpeng yang berjumlah sembilan itu yang melambambangkan Wali Sanga. Selamatan ini di laksanakan dengan harapan agar seluruh masyarakat Demak diberikan berkah keselamatan dan kebahagian dunia akhirat dari Allah Swt. Acara selamtan tersebet di awali dengan pengajian umum diteruskan dengan pembacaan doa.
Pada saat yang sama di Kadilangu juga di laksanakan kegiatan serupa yaitu, Selamatan Ancakan, selamatan tersebut bertujuan untuk memohon berkah kepada Allah Swt agar sesepuh dan seluruh anggota panitia penjamasan dapat melaksanakan tugas dengan lancar tanpa halangan suatu apapun serta untuk menghormati dan menjamu para tamu yang bersilaturahmi dengan sesepuh.
d.      Shalat ied
Pada tanggal 10 zulhijjah Masjid Agung di padati Umat Islam yang akan melaksanakan Shalat ied, pada saat seperti ini Masjid Agung Demak sudah tidak dapat lagi menampung para jamaah, karna penuh sesak damn melebar ke jalan raya, bahkan sebagian melaksanakan shalat ied di alun-alun. Pada kesempatan tersebut Bupati Demak beserta Muspida melaksanakan shlat Masjid Agung Demak dan di lanjutkan dengan penyerahan hewan qurban dari Bupati Demak kepada panitia.
e.       Penjamasan Pusaka Peningglan Sunan Kalijaga
Setelah selesai shalat ied di makam Sunan Kalijaga, Kadilangu, di laksanakan penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga. Kedua, pusaka tersebut adalah Kutang Ontokusuma dan Keris Kyai Crubuk. Konon Kutang Ontokusumo adalah berujud ageman yang di kiaskan pegangan santri yang di pakai sunan kalijaga setiap kali berdakwah.
Penjamasan pusaka-pusaka tersebut di landasi oleh wasiat sunan kali jaga sebagai berikut “ agemanku besuk yen aku wis dikeparengake sowan ingkang Maha Kuwaos, salehna ning duwur peturonku. Kejaba kuwi sawise uku kukut, agemanku jamas ana.” Dengan di laksanakan penjamasan tersebut, di harapkan umat Islam kembali ke fitrahnya dengan mawas diri/ mensucikan diri serta meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt.
Prosesi penjamasan tersebut di awalai dari Pendopo Kabupaten Demak, dimana sebelumnya di pentaskan pagelaran tari Bhedoyo Tunggal Jiwo. Melambangkan “ Manunggale kawula lan gusti “, yang di bawakan oleh sembilan remaja putri. Dalam perjalanan ke Kadilangu minyak jamas di kawal oleh Bhayangkara kerajaan Demak Bintoro “ Prajurit Patangpuluhan “ yang di iringi kesenian tradisional Demak. Bersamaan dengan Bupati  beserta rombongan menuju Kadilangu dengan mengendarai kereta berkuda.
Penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga di laksanakan oleh petugas di bawah pimpinan Sesepuh Kadilangu di dalam cungkup gedong makam Sunan Kalijaga. Sesepuh dan ahli waris percaya, bahwa ajaran agama Islam dari Rosulullah Muhammad Saw dan di sebar luaskan oleh Sunan Kalijaga adalah benar. Oleh karena itu, penjamasan di lakukan dengan mata tertutup. Hal tersebut mengandung makna, bahwa penjamas tidak melihat denagn mata telanjang, tetapi melihat dengan mata hati. Artinya ahlo waris sudah bertekad bulat untuk menjalankan ibadah dan mengamalkan agama Islam dengan sepenuh hati. Dengan selesainya penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga maka berakhir pula lah rangkaian acara Grebeg Besar Demak. [2]




DAFTAR PUSTAKA

Demak.go.id
Kasri, Muhammad khafid, Sejarah Demak Sultan Fatah dan Sunan Kalijaga, 2009, Demak : Dewan Pendidikan Kabupaten Demak.



[1] Muhammad khafid Kasri, sejarah Demak Sultan Fatah dan Sunan Kalijaga, 2009, Demak : Dewan Pendidikan Kabupaten Demak.
Halm. 88 – 97.
[2] Demak.go.id

Post a Comment

Previous Post Next Post