Oleh :
Azahro
FILSAFAT JAWA
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan
dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh
para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah
lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur
kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini
kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan
masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat-
filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung
ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.* Bicara tentang
Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak
ramalan-ramalan para kinasih
Filsafat Jawa pada
dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi
masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan
masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam
uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi
seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.
B.
Rumusan masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian
filsafat jawa ?
2) Bagaimana
ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
3) Apakah filsafat jawa
membawa kearifan seseorang ?
4) Apa hubungan antara
kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Jawa
Filsafat sebagai suatu
proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat,
dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan
metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal
senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan
berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan
makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan
berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan
filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam tugas filsafat
popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan
mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang
disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu
dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan
membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan
oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam
kehidupan.
a) Dalam membajak
seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling
melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan.
Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa
dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada
dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal
berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan
perempuan.
b) Kemudian diantara dua
kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai
penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat
pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan
menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa
dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu
hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita
akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi
petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah
tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan
hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri
memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah
dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang
dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan
juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus,
sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas
juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki
makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau
aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah,
alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam
pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang
bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga
ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak
mengambil yang bukan haknya.
B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
Di dalam tulisan Dr.
Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi
buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem
filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman,
mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola
universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa
pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau
kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola
pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
Jika disepakati bahwa
filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang
akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga
dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau
kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja
harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa
yang menjadi ciri khasnya.
Kearifan yang terkandung
dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa
yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di
dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah
keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai
berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa,
sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya
jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun
dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan
tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati
tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan
sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar
atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain,
yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang
tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan
laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin
tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena
mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah
menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia
senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun
keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki
sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan.
Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan
keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak
menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah
menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan
perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi
celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin,
memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak
ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah
orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara
dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak
dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita
tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada
persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan
akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak
tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu
akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan
mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan
melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan
untuk menolong manusia.
C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
Kearifan merupakan
sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang
Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan,
melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia
diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan
manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan
kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum
alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan
kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat
Pertanda Alam
Ketika kita mendengar
dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang
begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka
terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa
kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan
dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba,
banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau
sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di
sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda
apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal
dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah
dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah
tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah
akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut.
Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih
tinggi.
Dengan begitu sebenarnya
telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa
memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.
b) Kearifan Dalam
Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat
pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam
yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting
adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang
Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah.
Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan
hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa
membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan
visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah
gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun
kelompok.
D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan
Filsafat Jawa
Kesuksesan mempunyai
arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang
disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam
menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan
bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau
perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak
jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu
menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti
sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
Surabaya adalah titik
awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang
menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia
mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika
diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan
yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya
jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses
ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati
segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas
disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan
kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia
terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat
dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada
artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika
dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan
kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau
jabatan tersebut.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
dari semua yang telah
disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung
ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran
adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa
berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut
akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan
dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh
kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam
bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat
jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha
untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah
dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan
untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang
yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju
kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo.
Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu
Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat
Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60,
3 Januari 2010
إرسال تعليق